- Soekarni
- Jusuf Kunto
- Chaerul Saleh
- Shodancho Singgih, perwira PETA dari Daidan I Jakarta sebagai pimpinan rombongan penculikan.
- Shodancho Sulaiman
- Chudancho Dr. Soetjipto
- Chudancho Subeno sebagai pemimpin Cudan Rengasdengklok (setingkat kompi). ChudanShodan (setingkat pleton) yaitu Shodan 1 dipimpin ShodanchoShodan 2 dimpimpin Shodancho Oemar Bahsan dan Shodan 3 dipimpin Shodancho Rengasdengklok memiliki 3 buah Suharjana, Affan.
- Honbu (staf) yang dipimpin oleh Budancho Martono.
Jumat, Februari 26, 2010
Para Pemuda Pejuang di Rengasdengklok
Beberapa orang pemuda yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok ini antara lain:
Peristiwa Rengasdengklok
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa dimulai dari "penculikan" yang dilakukan oleh sejumlah pemuda (a.l. Adam Malik dan Chaerul Saleh dari Menteng 31 terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.
Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Kamis, 16 Agustus 1945 di Rengasdengklok, di rumah Djiaw Kie Siong. Naskah teks proklamasi sudah ditulis di rumah itu. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang Rengasdengklok pada Rabu tanggal 15 Agustus, karena mereka tahu esok harinya Indonesia akan merdeka.
Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang "dipinjam" (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[1]
Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Kamis, 16 Agustus 1945 di Rengasdengklok, di rumah Djiaw Kie Siong. Naskah teks proklamasi sudah ditulis di rumah itu. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang Rengasdengklok pada Rabu tanggal 15 Agustus, karena mereka tahu esok harinya Indonesia akan merdeka.
Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang "dipinjam" (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[1]
Latar Belakang Proklamasi Kemerdekaan
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima, Hiroshima|Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Berkas:Indonesian flag raised 17 August 1945.jpg|thumb Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 14 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI.[1] Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang (sic).
Berkas:Indonesia flag raising witnesses 17 August 1945.jpg|thumb Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Maeda Tadashi|Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Berkas:Indonesian flag raised 17 August 1945.jpg|thumb Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 14 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI.[1] Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang (sic).
Berkas:Indonesia flag raising witnesses 17 August 1945.jpg|thumb Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Maeda Tadashi|Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Jumat, 17 Agustus 1945 Tahun Masehi, atau 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang dibacakan oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.
Pemerintah RI Mengutuk Penyebarluasan Film Fitna Via Internet
Jakarta - Pemerintah Indonesia mengutuk keras beredarnya film 'Fitna yang disebarluaskan anggota parlemen Belanda Geert Wilders, melalui media internet. Isi film yang melecehkan umat Islam itu dinilai sangat membahayakan perdamaiana antar umat beragama di dunia.
"Kita mengutuk keras film yang menghina agama dan Umat Islam tersebut," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri Kristiarto Legowo dalam keterangan persnya di gedung Deplu, Jl Pejambon, Jakarta Pusat, Jumat (28/3/2008).
Pemerintah Indonesia akan meminta parlemen Belanda untuk mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan terhadap Geert Wilders.
"Sangat disesalkan Geert Wilders yang seorang anggota Parlemen Belanda melakukan tindakan tidak bertanggung jawab seperti itu," ungkap Kris.
Pemerintah juga meminta agar masyarakat, khususnya umat Islam tidak terprovokasi dengan film tersebut.
"Pemutaran film ini bertentangan dengan upaya membangun dialog perdamaian antar umat beragama," pungkasnya.
"Kita mengutuk keras film yang menghina agama dan Umat Islam tersebut," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri Kristiarto Legowo dalam keterangan persnya di gedung Deplu, Jl Pejambon, Jakarta Pusat, Jumat (28/3/2008).
Pemerintah Indonesia akan meminta parlemen Belanda untuk mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan terhadap Geert Wilders.
"Sangat disesalkan Geert Wilders yang seorang anggota Parlemen Belanda melakukan tindakan tidak bertanggung jawab seperti itu," ungkap Kris.
Pemerintah juga meminta agar masyarakat, khususnya umat Islam tidak terprovokasi dengan film tersebut.
"Pemutaran film ini bertentangan dengan upaya membangun dialog perdamaian antar umat beragama," pungkasnya.
Skandal Perselingkuhan Marak di Tahun 2010
Nampaknya akan ada banyak kejutan yang muncul pada malam pergantian tahun 2009 menuju 2010. Kebahagiaan atau kegagalan dalam ikatan pernikahan tetap menjadi topik hangat yang ingin diketahui semua lapisan masyarakat.
Lewat penerawangan kartu tarotnya, paranormal ternama Beby Djenar menggambarkan apa saja yang akan terjadi dalam pernikahan masyarakat Indonesia di tahun yang diprediksi berjalan keras dan agresif itu.
Maraknya perkawinan dan perceraian
Pada tahun 2010, akan lebih banyak peningkatan kasus kawin-cerai, dibandingkan pada tahun 2009. Banyak di antara pasangan yang telah menikah memilih untuk menyudahi rumah tangga mereka.
Perceraian hampir mencapai angka 60 persen. Perceraian yang terjadi banyak disebabkan faktor yang memengaruhinya, salah satu yang utama karena perselingkuhan.
Skandal perselingkuhan
Nampaknya, di tahun yang yang sangat "berhawa panas" itu masih diwarnai dengan skandal perselingkuhan. Faktor utama perselingkuhan disebabkan keadaan ekonomi.
Karena tekanan hidup yang tinggi dan materi yang tidak mencukupi, memicu konfik rumah tangga. Penyebab cerai karena faktor ekonomi, mencapai 30 persen. Di tahun 2010, materi tetap menjadi pemicu vital keretakan rumah tangga.
Tujuan utama perselingkuhan karena gaya hidup dan semua kebutuhan yang semakin mahal. Hal ini membuat orang banyak beranggapan tidak mempermasalahkan perselingkuhan dengan pria beristri.
Faktor orang ketiga juga masih menjadi dominan perselingkuhan. Di tahun 2010, kita harus semakin waspada terhadap segala sesuatu yang berbau elektronik. Karena akan semakin tumbuh subur dan hal ini diawali dari curhat melalui dunia maya.
Teknologi canggih makin marak, sehingga bagi pasangan yang ingin menjaga keutuhan rumah tangganya harus membentengi diri. Facebook dan Twitter tak hanya bisa memengaruhi wanita karier, tetapi para ibu rumah tangga pun bisa terpengaruh.
Selain itu, masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih ikut mewarnai kehidupan pernikahan dan menyebabkan terjadinya perceraian.
Memilih hidup sendiri
Di sisi lain, pada tahun 2010 banyak pasangan yang telah bercerai memilih untuk sendiri. Ini disebabkan, sendiri dinilai jauh lebih baik daripada memilih pasangan baru.
Mereka pun ingin melepaskan diri dari berbagai tuntutan kehidupan, sehingga tak ingin terburu-buru mengikat diri dalam tali pernikahan.
Di antara pasangan yang telah bercerai, masih banyak trauma yang dialami. Sehingga mereka masih berhati-hati dan menunggu datangnya pasangan hidup yang sepadan.
Nikah Siri menjadi tren
Pada 2010, nikah siri yang merupakan pernikahan instan, akan menjadi tren. Pernikahan yang dinilai penuh risiko bagi kaum hawa lantaran tak ada ikatan hukum yang jelas, ikut mewarnai kehidupan pernikahan masyarakat umum.
Banyak pria beristri terlibat affair dengan wanita lajang di tahun yang akan berganti dalam hitungan jam ke depan. Bahkan, mereka tidak lagi mempermasalahkan pernikahan siri.
Solusi pernikahan langgeng
Menyoroti permasalah kawin-cerai, Beby Djenar menuturkan jika komunikasi tetap menjadi bagian utama. Selain itu, para pasangan saling tahu rambu-rambu dalam keluarga. Kehidupan rumah tangga jika tidak ada rasa untuk berbagi, lambat laun akan menyebabkan hubungan terasa hambar.
Untuk membuat hubungan semakin hangat, maka telah sepatutnya untuk saling menghargai. Anda bisa memberikan inovasi atau terobosan baru dalam rumah tangga untuk menciptakan suasana akrab antara pasangan, sehingga keluarga kembali harmonis.
Langganan:
Postingan (Atom)